Pemerintah Indonesia dan Singapura menandatangi perjanjian perbatasan laut kedua
negara di segmen barat.
Acara penandatanganan itu dilakukan oleh Menlu RI Hassan Wirajuda dan Menlu
Singapura George Yeo di Gedung Pancasila, Departemen Luar Negeri, Jakarta, Selasa.
"Perjanjian (yang ditandatangani) ini adalah perjanjian batas laut bagian barat di dekat
Tuas-Pulau Nipa," kata Hassan. Hassan menjelaskan bahwa perjanjian itu adalah
perjanjian perbatasan laut kedua yang disepakati oleh kedua negara. "Perjanjian
sebelumnya ditandatangani pada 25 Mei 1973," katanya. Menurut Hassan,
penandatangan perjanjian itu merupakan cermin dari komitmen kedua negara untuk
mematuhi Hukum Laut Internasional. Penandatangan perjanjian batas laut tersebut, kata
dia, juga akan mendorong peningkatan kerjasama dwipihak.
Mengingat Indonesia berbatasan dengan sejumlah negara di kawasan maka diplomasi
perbatasan merupakan bagian dari upaya untuk menciptakan hubungan bertetangga yang
baik. Pada kesempatan itu Menlu juga mengatakan bahwa keberhasilan perundingan
perjanjian batas laut segmen barat itu memberikan optimisme penyelesaian perundingan
perjanjian batas laut segmen timur sekali pun tidak memberikan tenggat untuk
perundingan segmen timur tersebut.
Sementara itu, Menlu Singapura George Yeo mengatakan bahwa seusai proses ratifikasi
perjanjian batas laut segmen barat itu maka perundingan batas laut segmen timur akan
segera dilakukan.
Dengan selesainya batas laut wilayah pada segmen barat itu maka masih terdapat segmen
timur 1 dan timur 2 yang perlu dirundingkan.
Segmen timur 1 adalah di wilayah Batam-Changi dan segmen timur 2 adalah wilayah
sekitar Bintan-South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca yang masih menunggu hasil
negosiasi lebih lanjut Singapura-Malaysia pasca keputusan ICJ.
Kesepakatan perjanjian batas laut segmen barat itu adalah hasil dari delapan putaran
perundingan yang telah dilakukan oleh kedua negara sejak 2005.
Penentuan garis batas laut wilayah Indonesia dan Singapura ditetapkan berdasarkan
hukum internasional yang mengatur tata cara penetapan batas maritim yakni Konvensi
Hukum Laut (Konvensi Hukla) 1982, dimana kedua negara adalah pihak pada konvensi.
Dalam menentukan garis batas laut wilayah itu, Indonesia menggunakan referensi titik
dasar (basepoint) Indonesia di Pulau Nipa serta garis pangkal kepulauan Indonesia
(archipelagic baseline) yang ditarik dari Pulau Nipa ke Pulau Karimun Besar.
Garis pangkal itu adalah garis negara pangkal kepulauan yang
dicantumkan dalam UU No.4/Prp/1960 tentang Perairan Indonesia dan diperbarui dengan
PP No.38/2002 dan PP No.37/2008.
Penetapan garis batas laut wilayah di segmen barat itu akan mempermudah aparat
keamanan dan pelaksanaan keselamatan pelayaran dalam bertugas di Selat Singapura
karena terdapat kepastian hukum tentang batas-batas kedaulatan kedua negara.
Sumber : antara.co.id
Senin, 19 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar